RAHASIA PENEMUAN MANUSKRIP INJIL DIDACHE 2
PART 2 |
hal. 328-329-330-331-332
Bryennios juga menerbitkan bagian-bagian
lain
dari manuskrip yang ditemukan itu bagi para peneliti
Jerman
Pada akhir tahun 1883, para
archbishop (uskup besar) telah mempublikasikan di Konstantinopel leks "Ajaran
Dua Belas Rasul" (Didache), disertai dengan pendahuluan dan catatan-catatan
kaki.
Pada pendahuluan buku baru itu
Bryennios menyebutkan bahwa Ajaran Dua Belas Rasul itu baru pertama kalinya
diterbitkan, bersama dengan beberapa pendahuluan dan analisa terhadap Ringkasan
Perjanjian Lama karya St. Yohanes Si Mulut Emas, di samping bagian lain
manuskrip itu yang belum pemah
diterbitkan.
Tak lama setelah publikasi
Manuskrip tersebut, pada bulan Januan 1884, satu buah naskah Didache yang
dipublikasikan oleh Bryennios sampai ke Jerman, lalu segera diterjemahkan ke
dalam bahasa Jerman, dan dipublikasikan pada tanggal3 Februari pada tahun yang
sama. Setelah itu, naskah itu segera diterjemahkan dari bahasa Jerman ke dalam
bahasa Inggris, dan dipublikasikan di Amerika pada tangga128 Februari 1884, atau
pada bulan dan tahun yang sama dengan munculnya terjemahan dalam bahasaJerman.
Pada bulan Mei 1884, sebelum berakhimya tahun tersebut, dipublikasikan teks
Didache dalam bahasa [nggris terjemahan langsung dari bahasa Yunani oleh
pimpinan para diakon (archdiacon) yang bernama Farrar. Sepanjang tahun
itu, Didache telah menjadi buah bibir dan dibahas dalam pelbagai artikel. Tak
kurang dari lima puluh judul di dalam pelbagai koran dan majalah di Eropa Barat
dan Amerika membahas kejadian terpenting tahun itu, yaitu ditemukannya "Ajaran
Dua Belas Rasul". Shaff menyebutkan judul-judul artikel tersebut dalam karyanya
Tarikh AI-Kanisah AI-Mosihiyyah (Sejarah Gereja
Masehi).
Judul
Manuskrip
Manuskrip Yerusalem memiliki
beberapa judul. Judul pertama ringkas, dan judul kedua lebih panjang. Judul
pertama adalah "Ajaran Dua Belas Rasul", sedangkan judul yang lebih panjang yang
terletak segera setelahnya adalah "Ajaran Tuhan Kepada Bangsa-bangsa melalui Dua
Belas Rasul."
Bryennios dan Harnak, dua orang
yano pertama kali mempublikasikan teks Didache, berpendapat
bahwa judul pertama yang ringkas tak lain dari ringkasan
judul kedua yang panjang. Tapi mereka berbeda pendapat dalam masalah substansi
judul yang panjang. Bryennios, diikuti oleh Schaff, berpendapat bahwa judul itu
hanya berlaku pada lima bagian pertama Didache, yaitu bagian-bagian yang
dikirimkan kepada bangsabangsa yang menerima Risalah Injil. Sedangkan Hamack
berpendapat, judul yang panjang99] adalah judul
yang berlaku pada seluruh kitab Didache, karena seluruh teks buku ini merupakan
ajaran bagi orang-orang yang menerima Tuhan.100]
Meskipun mereka tidak sepakat tentang kandungan makna judul yang panjang
tersebut, tetapi Jean-Paul Audet101] berpendapat bahwa judul "Ajaran-ajaran Para Rasul" adalahjudul asli teks
Didache, yaitu teks yang sampai kepada kita dari Manuskrip Yerusalem. Dalam hal
ini, mungkin Audet bersandar kepada judul yang sama yang disebutkan oleh
Eusebius dari Caesarea dalam karyanya TorikhAl-Konisah. Tetapi,
kita tidak boleh mengabaikan analisa lain, bahwa judul ringkas Didache muncul
dalam terjemahan Latin dalam bentuk tunggal, yaitu "Ajaran Para Rasul" (Doctrina
Apostolorum), bukan dalam bentuk jamak, sebagaimana yang dikatakan oleh
Audet.
Judul yang panjang itu tampaknya muncul sebagai pengagungan
dan penjelasan tambahan bagi judul yang ringkas. Tapi perlu diperhatikan bahwa
keberadaan kata "Tuhan" di dalam judul yang panjang itu membuktikan bahwa ia
merupakan penambahan terhadapjudul tersebut yang masuk belakangan, dan pada
waktu yang sama sesuai dengan bagian Evangelis yang terdapat dalam bagian
pertama teks Didache, yaitu bagian yang menjelaskan tentang "DuaJalan",
(1:3-2:1) di samping isyarattentang "Injil Tuhan" (lihat 8:2,15:4,
9:3,11:3,15:3), yaitu pada bagian liturgis dan pengajaran di dalam Didache.
tampaknya tambahan itu muncul pada periode belakangan dalam penulisan karya
sastra tersebut, sehingga jelaslah bahwa judul yang panjang mengiringi
penambahan-penambahan terhadap teks asli yang terjadi
belakangan.
Dari sisi yang lain, judul yang penjang tak ubahnye
resonerui derl ajaran AI-Masih kepada para Rasul yang kudus pada akhir Injil St. Matius (28: 19), "Pergilah, jadikanlah
semua bangsa murid saya." Analisa ini menjelaskan mengapa judul tersebut muncul
belakangan daripada teks Didache dalam bentuk asli, yang boleh jadi belum
mengetahui keberadaan St. Matius.
Sementara itu, Riddle102] berpendapat
bahwa judul yang panjang adalah judul asli Didache, sedangkan judul yang pendek
merupakan ringkasan yang sering digunakan untuk menyebut
Didache, dan tidak memiliki kaitan dengan apa yang ada
dalam Kisah Para Rasul (2:42) dalam istilah "Pengajaran
para rasul", yaitu, "Mereka bertekun dalam pengajaran para rasul, dan mereka selalu berkumpul untuk
memecahkan roti dan
berdoa."
Sedangkan kata "bangsa-bangsa" yang terdapat di dalam judul yang panjang, menurut banyak peneliti, seperti
Bryennios, menunjukkan bahwa pengarang Didache adalah seorang Masehi keturunan
Yahudi. Akan tetapl, penelifi-peneliti lain, seperti Brown, menolak hal
itu.
Karakter Bahasa Didache
Bahasa Didache menunjukkan pada periode peralihan dari
safar safar Perjanjian Baru kepada bahasa gereja Yunani yang langsung mengikuti
safar-safar kanonik. Kutipan-kutipan dari safar-safar tersebut menyerupai
kutipan-kutipan yang ada di dalam surat-surat para rasul,
Didache mengutip kebanyakan materinya dari Injil St. Matius daripada Injil lain, khususnya pada pasal-pasal 5-8, yaitu khutbah AI-Masih di
bukit. Meskipun demikian, materi
khutbah AI-Masih di bukit yang terdapat dl dalam lnjil tetap lebih banyak
daripada yang terdapat didalam Didache.
Beberapa bagian Didache menunjukkan bahwa pengarang cukup
mengetahui Injil St. Lukas. Selain itu, di dalam Didache terdapat beberapa istilah dan konsep yang memiliki bandingannya di dalam Injil
Yohanes. Bahkan, di dalam Didache terdapat beberapa hal yang mendorong kami unluk
menylmpulkan bahwa pengarangnya mengetahui sejumlah surat Rasul Paulus, terutama
Surat Paulus kepada Jemaat di Roma dan kepada Jemaat di Korintus, juga Dua Surat
St. Petrus. 103] Kecuali pada bagian tersebut, pengarang
Didache jarang mengisyaratkan kepada safar-safar yang lain di dalam Perjanjian
Baru. Dan jelas sekali, pengarang Didache tidak mengetahui kitab-kitab hukum
kita.
Otentisitas Teks
Didache
Yang kami maksud dengan otentisitas
adalah kajian tentang kesesuaian substansial (substantial identity)
antara Manuskrip Yerusalem yang ditemukan baru-baru ini dengan karya yang
dikenal dan disebut oleh para penulis Kristen awal sebagai
"Ajaran Rasul-rasul" (De Doctrino Apostolorum: Teachings
of the Apostles),
atau judul lain yang serupa.
Tak dapat diragukan, teks
itu berasal dari zaman Apostolik. Buktibukti internal teks
tersebut menegaskan hal itu. Pada sisi lain,
tidak ada alasan untuk meragukan umur naskah itu, atau kesesuaiannya dengan
edisi yang diterbitkan oleh Bryennios.
Clement dari Aleksandaria
(M. 216 M. ) menegaskan keberadaan naskah tersebut, bukan saja karena dia banyak
mengutipnya, tetapi juga karena dia menyebutkan di dalam bukunya Stromata
teks yang terdapat di dalam Didache, 3: 5 secara harfiah, yaitu, "Anakku,
janganlah kamu berdusta, karena dusta membawa kepada pencurian," dan menisbahkan
teks tersebut kepada Al-Kitab Al-Muqaddas.
Eusebius dari Caesarea (M.
340 M. ), pada paragrafnya yang terkenal di dalam bukunya
Tarikh
Al-Kanisah, yang
mengkaji kitab-kitab Perjanjian Baru yang kanonik, menyebut Ajaran-ajaran Rasul-rasul sebagai salah satu karya yang tidak legal
(spurious works). Bentuk
jamak (Ajaran-ajaran) yang
dipakai oleh Eusebius dalam menyebut judul karya ini, tidak mengalihkan
perujukannya dari naskah yang sedang kita bicarakan, karena Athanasius
(M. 373 M.) dengan jelas mengisyaratkan kepada naskah ini dengan menggunakan
bentuk tunggal (Ajaran), dalam perkataannya, "Ajaran yang
disebut dengan Ajaran Rasul-rasul." Setelah menyebutkan
kitab-kltab suci yang diakui oleh
gereja sebagel kitab-kitab kanonik,
Athanasius mengatakan, "Selain kitab-kitab tersebut, ada kitab-kitab lain yang
tidak diakui sebagai kitab kanonik (tidak diakui sebagai kitab-kitab suci). Para
bapa berpendapat bahwa kitab-kitab itu dapat dibaca oleh orang-orang yang ingin
mencari pengetahuan dan ketakwaan. Kitab-kitab itu adalah,
Hikmah Sulaiman, Hikmah Ibn Sirach, Ester, Yehodit, Thopia, dan Ajaran yang
disebut dengan Ajaran Rasul-rasul dan Gembala." Sebab, hingga zaman Paus
Athanasius Apostolis, gereja belum mengakui kekanonan kitab-kitab tersebut, dan
baru diakui belakangan, serta disebut sebagai kitab-kitab kanonik
kedua.
Rufinus (M. 410 M. ), di dalam karyanya,
Tarikh Al-Kanisah, mengulas sebuah
karya yang ringkas, yang disebut `Dua Jalan'. Uraiannya memberikan kita data
yang sangat penting untuk kajian kritis terhadap Didache.
Peneliti lain yang telah mengulas Didache adalah Nicephorus
(M. 828 M.), atau dua ratus tahun setelah Leon the Notary
and Sinner menulis naskah yang diketemukan itu.
St. Irenaeus (M. 202 M. ) dan St. Clement dari Aleksandria
(M. 216 M.) melontarkan ungkapan-ungkapan yang menunjukkan mereka berdua
mengetahui Didache.
Dengan demikian, kami menyimpulkan manuskrip yang ditemukan
ini sebenarnya merupakan karya yang diulas baik oleh Eusebius dari Caesarea
maupun Athanasius Apostolis.
96 Cf. P. ]. Quasten, lnitiation auz Peres de I'Eglise, Trad. De I'anglais par J. Laporte, I,1955, hlm. 37.
97 Opera, II, Tubingen,1881.
98 Epistles of St. Ignatius, London and Cambridge,
1885.
99. Cf.A.N.F.,vo1.7,h.337. 100. S.C. vol. 245, h, 13,14. 101. Penulis buku La Didarhe: Instructions des apotres (Paris: J. Gabalda, 7958). 102 A.N.F., Vo1. 7, h. 377.103.Lihat bagian-bagian; 1: 2-5, 2: 2 dan 3, 5: 1 dan 2, 7: 1 dan 3, 8: 7,10: 5 dan 6,11: 7,12: 1, 13: 1,16:1,5,6,dan8. |
Comments
Post a Comment